1.
Pengertian IAD (Ilmu Alamiah Dasar)
Ilmu Alamiah atau sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam dan
akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu Kealaman, yang dalam Bahasa Inggris
disebut Natural Science atau disingkat Science dan dalam bahasa Indonesia sudah
lazim digunakan istilah Sains.
Ilmu Pengetahuan Alam Dasar adalah Ilmu Pengetahuan yang
mengkaji tentang gejala-gejala dalam Alam semesta, termasuk dimuka bumi ini,
sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural
Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial
saja.
1.1
Tujuan IAD (Ilmu Alamiah Dasar)
a.
Tujuan Instruksional Umum
Dengan mempelajari tentang pengetahuan ini, maka diharapkan
akan dapat memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala Alam
sampai terwujudnya metode ilmiah yang merupakan ciri khusus dari ilmu
pengetahuan Alam.
b.
Tujuan Instruksional Khusus
1.Dapat menjelaskan perkembangan naluri kehidupan manusia.
2.Dapat menjelaskan perkembangan alam piker manusia
dalam
3.Memenuhi kebutuhan terhadap “Rahasia ingin tahu”nya.
4.Dapat memberi alasan yang diterima mitos dalam
kehidupan masyarakat.
1.2 Ruanglingkup Materi IAD (Ilmu Alamiah Dasar)
a.
Kelahiran alam semesta
1.
Mengenal alam semesta
2.
Teori terbentuknya alam semesta
b.
Teori ledakan
Teori ledakan ini bertolak dan adanya suatu massa dan berat
jenis yang sangat besar, meledak dengan hebat karena adanya reaksi ini. Massa
itu kemudian berserakan mengembang dengan sangat cepatnya menjauhi pusat
ledakan.
c.
Teori ekspansi dan kontraksi teori
Teori ini berlandaskan pikiran bahwa ada suatu siklus dan
alam semesta, yaitu “masa ekspansi” dan “masa kontraksi” diduga bahwa siklus
ini berlangsung dalam waktu 30.000 juta tahun.
d.
Tata surya
Surya adalah kata lain dari matahari. Tata surya berarti
adanya suatu organisasi yang teratur pada matahari.
Terbentuknya tata surya:
1.Hipotesis
Nebular
2.Hipotersis
Planettesimal
3.Teori
Tidal
e.
Bumi
Teori tentang kejadian bumi:
1.
Teori Kant Laplace
Dialam raya sudah ada alam yang
telah berputar makin lama makin mendingin. Perputaran ini mengakibatkan
pendataran dibagian kutub-kutubnya dan menimbun materi dibagian khatulistiwanya
yang merupakan daerah paling tidak stabil sewaktu perputaran semakin cepat,
bagian tersebut akan terlepas materi dan massa asal. Kemudian mengambil
kondensasi akhirnya, menjadi padat berputar mengelilingi massa asal. Maka asal
tersebut menjadi matahari dan bagian terlepas setelah padat manjadi
planet.
2.
Teori Chamberlain dan Maulton
Mereka mengemukakan suatu teori
tentang matahari dan bumi, teorinya terkenal dengan teori plenetesimal.
3.
Teori Jean dan Jefreys
Bintang besar yang jauh lebih besar
dari matahari memiliki gaya tarik yang sangat kuat terhadap matahari, akibatnya
akan terjadi gelombang pasang pada permukaan matahari yang menyerupai gunung
yang sanat tinggi dan menyerupai lidah raksasa yang berupa gas sangat panas
selanjutnya mengalami pemadatan kemudian pecah menjadi benda-benda tersendiri
yang disebut planet.
f.
Asal mula kehidupan dibumi
1.
Generation Spontaniea
2.
Cozmozoa
3.
Omne Vivum ex Vivo
4.
Omne Ovo ex Vivo
2.
Perkembangan
Alam Pikiran Manusia
Manusia dengan kemampuan berpikir
dan bernalar, dengan akal serta nuraninya memungkinkan untuk selalu berbuat
yang lebih baik dan bijaksana untuk dirinya maupun lingkungannya.
2.1 Kelebihan
Manusia dari Penghuni Bumi Lainnya
Manusia sebagai makhlukyang memiliki
kelebihan dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya. Beberapa kelebihan manusia
dari pada makhluk lainnya antara lain :
1.
Manusia sebagai makhluk berpikir dan
bijaksana (Homo sapiens) yang dicerminkan dalam tindakan dan perilakunya
terhadap lingkungannya.
2.
Manusia sebagai pembuat alat karena
sadar akan keterbatasan inderanya.
3.
Manusia dapat berbicara (Homo
Langues) baik secara lisan maupun tulisan.
4.
Manusia dapat hidup bermasyarakat
(Homo sosius) dan berbudaya (Homo Humanis).
5.
Manusia dapat mengadakan usaha (Homo
Economicus).
6.
Manusia mempunyai kepercayaan dan
beragama (Homo religious).
2.2 Rasa Ingin Tahu dan Terbentuknya
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bermula
dari rasa ingin tahu, yang merupakan suatu ciri khas manusia. Manusia mempunyai
rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekelilingnya, alam sekitarnya, angkasa
luar, bahkan tentang dirinya sendiri.
Rasa ingin tahu seperti itu tidak
dimiliki oleh makhluk lain. Jelas kiranya bahwa rasa ingin tahu itu tidak
dimiliki oleh benda-benda tak hidup seperti batu, tanah, api, angin, dan
sebagainya. Air dan udara memang bergerak dari satu tempat ke tempat lain,
namun gerakannya itu bukan atas kehendaknya tetapi sekedar akibat dari pengaruh
alamiah yang bersifat kekal.
Bagaimana dengan makhluk-makhluk
hidup seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang? Sebatang pohon misalnya,
menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu terbatas
pada mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya,
daun-daun yang selalu cenderung untuk mencari sinar matahari atau akar-akar
yang selalu cenderung untuk mencari air yang kaya mineral untuk kebutuhan
hidupnya. Kecenderungan semacam ini nampak berlangsung sepanjang zaman.
Bagaimana dengan binatang yang
menunjukkan adanya kehendak berpindah (eksplorasi) dari satu tempat ke tempat
yang lain? Misalnya ikan, burung, harimau atau binatang yang sangat dekat
dengan manusia yaitu monyet? Tentunya burung-burung bergerak dari satu tempat
didorong oleh suatu keinginan, antara lain rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah
di sana ada cukup makanan untuk disantap sendiri atau bersama yang lain. Ingin
tahu apakah disuatu tempat cukup aman untuk membuat sarang. Setelah mengadakan
eksplorasi tentu mereka menjadi tahu. Itulah “pengetahuan” dari burung tadi.
Burung juga memiliki “pengetahuan” bagaimana caranya membuat sarang di atas
pohon. Burung manyar atau burung tempua begitu pandai menganyam sarangnya yang
begitu indah bergelantungan pada daun kelapa, namun pengetahuannya itu ternyata
tidak berubah-ubah dari zaman ke zaman.
Bagaimana dengan monyet yang begitu pandai? Bila kita perhatikan baik-baik kehidupan monyet-monyet tersebut, ternyata kehendak mereka ingin mengeksplorasi alam sekitar itu didorong oleh rasa ingin tahu yang tetap sepanjang zaman atau yang oleh Isaac Asimov (1972) disebut sebagai “Idle Curiousity” atau “Instinct” Instink itu berpusat pada satu hal saja yaitu untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu mereka perlu makan, melindungi diri dan berkembang biak.
Bagaimana dengan manusia? Manusia
juga memiliki instink seperti yang dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Namun, manusia memiliki kelebihan, yaitu “kemampuan berpikir” dengan kata lain
“curiousity-nya” tidak “idle” tidak tetap seperti itu sepanjang zaman. Manusia
memiliki rasa ingin tahu yang berkembang atau dengan kata lain, manusia
mempunyai kemampuan berpikir. Ia bertanya terus setelah tahu tentang “apa”-nya,
mereka juga ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu. Manusia mampu
menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan
pengetahuannya yang baru, menjadi pengetahuannya yang lebih baru. Hal demikian
itu berlangsung berabad-abad lamanya, sehingga terjadi suatu akumulasi
pengetahuan. Sebagai ilustrasi, kita bayangkan saja manusia purba zaman dulu
yang hidup di gua-gua atau di atas pohon. Namun karena kemampuannya berpikir
tidak semata-mata didorong oleh sekedar kelestarian hidupnya tetapi juga untuk
membuat hidupnya lebih menyenangkan, maka mereka mampu membuat rumah di atas
tiang-tiang kayu yang kokoh dan bahkan sekarang manusia mampu membuat istana
atau gedung-gedung pencakar langit. Bandingkan dengan burung tempua dengan
sarangnya yang indah yang nampak tak mengalami perubahan sepanjang masa. Demikianlah
juga dengan harimau yang hidup dalam gua-gua atau monyet yang membuat sarang di
atas pohon tidak mengalami perubahan sepanjang zaman.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
Dengan selalu berlangsungnya
perkembangan pengetahuan itu, tampak lebih nyata bahwa manusia berbeda dengan
hewan. Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal serta mempunyai derajat
yang tinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya. Manusia
mempunyai rasa ingin tahu ( curiousty ) yang tinggi dan selalu berkembang.
Meskipun makhluk lainnya juga memiliki rasa ingin tahu tetapi itu hanya sebatas
digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Perkembangan rasa ingin tahu
pada manusia dimulai dengan timbulnnya pertanyaan dari sesuatu yang dilihat dan
diamatinya. Adanya kemampuan berpikir pada manusia menyebabkan terus
berkembangnya rasa ingin tahu manusia terhadap alam semesta ini . jawaban
tehadap berbagai banya pertanyaan manusia terhadap peristiwa dan gejala yang
terjadi di alam semesta ini akhirnya menjadi ilmu pengetahuan.
2.3 Sifat Keingintahuan Manusia
Manusia dengan rasa ingin tahunya
yang besar ,selalu berusaha mencari keterangan tentang fenomena alam yang teramati.
Untuk menjawab semua rasa ingin tahu manusia sering mereka – reka jawaban
mereka sendiri . Pengetahuan seperti inilah yang disebut pseudo science. Ilmu
pengetahuan juga berkembang sesuai dengan zamannya dan sejalan dengan cara
berpikir dan alat bantu yang ada pada saat itu .
Cara memperoleh sains semu ( pseudo sains ), antara lain :
1. Motos
2. Wahyu
3. Otoritas dan tradisi
4. Prasangka
5. Intuisi
6. Penemuan kebetulan
7. Cara – coba – ralat
Pada zaman Yunani ( 600 – 200 SM )
terjadi pola piker yang lebih maju dari pola pikir motos, dimana terjadi
penggabungan antara pengamatan, pengalaman dan akal sehat, logika atau
rasional. Aliran ini disebut rasionalisme. Lebih lanjut lagi dikenal dengan
metode deduksi yaitu penarikan suatu kesimpulan didasarkan pada suatu yang
bersifat umum (Premis mayor) menuju ke yang khusus (Premis minor). Dasar metode
ilmiah sekarang adalah metode induksi, yang intinya adalah bahwa pengambilan
keputusan dan kesimpulan dilakukan berdasarkan data pengaamatan atau eksperimen.
3.
Mitos, Penalaran, dan Cara Memproleh Pengetahuan
3.1 Mitos
Mitos
adalah tradisi lisan yang terbentuk di suatu masyarakat. Mitos memiliki asal
kata dari bahasa Yunani yang artinya sesuatu yang diungkapkan. Secara
pengertian mitos adalah cerita yang bersifat simbolik yang mengisahkan
serangkaian cerita nyata atau imajiner. Di dalam mitos bisa berisi asal usul
alam semesta, dewa-dewa, supranatural, pahlawan manusia atau masyarakat
tertentu yang mana memiliki tujuan untuk meneruskan dan menstabilkan kebudayaan,
memberikan petunjuk hidup, melegalisir aktivitas kebudayaan, pemberian makna
hidup dan pemberian model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang sulit
dijelaskan dengan akal pikiran.
a.
Contoh-Contoh Mitos
Begitu
banyak contoh-contoh mitos yang ada di dindonesia. karena kita tahu sendiri
bahwa memang Mitos sangat berhubungan dengan terjadinya tempat, alam semesta,
para dewa, adat istiadat, dan konsep dongen suci. ini adalah beberapa contoh
Mitos yang ada di Indonesia.
1. Cerita terjadinya
mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara)
2. Cerita barong di Bali.
3. Cerita pemindahan Gunung
Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung Semeru yang dianggap suci oleh
orang Jawa dan Bali.
4. Cerita Nyai Roro Kidul
(Ratu Laut Selatan)
5. Cerita Joko Tarub
6. Cerita Dewi Nawangwulan
7. Dan lain sebagainya
3.2 Legenda
Legenda
adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yag empunya cerita sebagai suatu
yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, Legenda seringkali dipandang sebagai
sejarah kolektif (folkstory).
Walaupun
demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi
sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika
legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah maka
legenda harus bersih dari unsur-unsur yang mengandung sifat-sifat folklor.
Jan Harold
Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu legenda keagamaan
(religious legends) legenda alam gaib (supernatural legends), legenda
perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends).
a. Legenda Keagamaan
Legenda keagamaan adalah
legenda orang-orang yang dianggap suci atau saleh. Karya semacam itu termasuk
folklor karena versi asalnya masih tetap hidup di kalangan masyarakat sebagai
tradisi lisan. Di Jawa hagiografi menceritakan riwayat hidup para wali penyebar
Islam pada masa yang paling awal. Salah satu contohnya adalah legenda Wali
Sembilan (Wali Songo) mereka adalah Mau- lana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan
Sunan Gunung Jati.
Selain sembilan wali
tersebut, di Jawa masih banyak wali-wali lain. Legenda tentang mereka mudah
dikenali sebab makam- makamnya diziarahi pada peringatan kematiannya (haul)
yang disebut keramat atau punden. Para juru kunci itu pada umumnya, dapat
menceritakan legenda orang sucinya. D.A. Rinkes dalam bukunya berjudul De
Heiligen van Java (Orang-orang Saleh dari Jawa) menyebutkan beberapa wali lain
di antaranya: Syeh Abdul Muhyi, Syeh Siti Jenar, Sunan Geseng, Ki Pandan Arang,
dan Pangeran Panggung, Syeck Abdul Qodir Jaelani, dan lain- lain.
b. Legenda Alam Gaib
Legenda semacam ini biasanya
berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang.
Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran ”takhayul” atau
kepercayaan rakyat. Contoh legenda ini yaitu kepercayan terhadap adanya hantu,
gendruwo, sundel bolong serta nyi blorong.
c. Legenda Perseorangan
Legenda perseorangan
merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar
terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang
paling terkenal prosa rakyat itu sudah diubah sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan rumus cerita tokoh-tokoh rakyat tradisional adalah legenda tokoh Panji.
Panji adalah seorang putra
raja Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur yang senantiasa kehilangan istrinya.
Akibatnya, banyak muncul cerita Panji yang temanya selalu perihal istrinya yang
menjelma menjadi wanita lain. Cerita Panji yang semula merupakan kesusasteraan
lisan (legenda), namun telah banyak dicatat orang sehingga mempunyai beberapa
versi dalam bentuk tulisan. Beberapa cerita yang tergolong ke dalam cerita
panji misalnya “Ande-Ande Lumut” (dongeng Cinderella ala Jawa), Kethek Ogleng
(seorang pangeran disihir menjadi seekor kera), ”Cerita Sri Tanjung”,
”Jayaprana dan Layongsari”. Suatu jenis legenda perseorangan mengenai perampok
seperti
Robin Hood, yang merampok
penguasa korup atau orang kaya untuk didermakan kepada rakyat miskin. Legenda
semacam ini di Jakarta pada ”tempo doeloe” adalah kisah petualangan ”Si
Pitung”.
d. Legenda Setempat
Legenda setempat adalah
cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk topografi,
yaitu bentuk permukaan suatu tempat, berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya.
Legenda setempat yang berhubungan dengan nama suatu tempat misalnya, legenda
Kuningan. Kuningan adalah nama suatu kota kecil yang terletak di lereng Gunung
Ceremai, di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat. Contoh lain mengenai legenda
setempat yang berhubungan erat dengan nama tempat adalah legenda “Anak-anak
Dalem Solo yang Mengembara Mencari Sumber Bau Harum”. Legenda ini berasal dari
Trunyan, Bali. Legenda ini dapat dimasukkan ke dalam golongan legenda setempat
karena menceritakan asal mula nama beberapa desa di sekitar Danau Batur,
seperti Kedisan, Abang Dukuh, dan Trunyan. Selain itu contoh-contoh lain
legenda setempat ini misalnya ”Asal Mula Nama Banyuwangi”, serta legenda ”Roro
Jongrang”, ”Tangkuban Perahu”, ”Asal Mula nama Tengger dan Terjadinya Gunung
Batok” serta “asal mula nama kota Bogor”.
3.3 Cerita
Rakyat
Cerita
rakyat adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa
Indonesia. Pada umumnya,cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di
suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam
cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.
Fungsi Cerita rakyat selain sebagai hiburan juga bisa dijadikan suri tauladan
terutama yang mengandung pesan-pesan pendidikan moral. Banyak yang tidak
menyadari kalo negeri kita tercinta ini mempunyai banyak Cerita Rakyat
Indonesia yang belum kita dengar, bisa dimaklumi karena cerita rakyat menyebar
dari mulut – ke mulut yang diwariskan secara turun – temurun. Namun sekarang
banyak cerita rakyat yang ditulis dan dipublikasikan sehingga cerita rakyat
indonesia bisa dijaga dan tidak sampai hilang dan punah.
Contoh :
Lutung Kasarung
4. Cara Manusia Memproleh
Pengetahuan
Dari lahir hingga matinya, manusia
tak akan lepas dari proses mengumpulkan pengetahuan. Contoh paling mudah adalah
pengetahuan yang didapat melalui proses sensori indera.
Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang perbedaan panas dingin semuanya didapat melalui pengalaman langsung inderawi.
Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang perbedaan panas dingin semuanya didapat melalui pengalaman langsung inderawi.
Pengalaman inderawi hanya menjadi
bagian kecil bagaimana manusia memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangannya,
cara memperoleh pengetahuan telah merentang sedemikian jauh diiringi dengan
ragam pengetahuan itu sendiri.
Lantas bagaimana proses manusia
mendapatkan pengetahuan?
Tahap pertama dicapai melalui
konseptualisasi. Benda nyata seperti piring atau sendok perlu dikonseptualisasi
melalui proses mental. Pengalaman atas piring dan sendok diabstraksi dan
kemudian disatukan menjadi pengalaman mental yang tersimpan dalam otak.
Proses ini terjadi berulang tiap
manusia mendapatkan pengetahuan baru. Kemampuan konseptualisasi tidak akan sama
antara satu orang dengan yang lain. Pengetahuan akan piring dan sendok relatif
mudah dipahami karena keduanya merupakan perkakas sederhana, nyata, bisa
dilihat maupun diraba.
Namun jenis pengetahuan yang melibatkan struktur yang rumit serta abstak akan membutuhkan usaha dan mungkin juga kemampuan lebih untuk memahaminya. Kabar baiknya, layaknya pengetahuan itu sendiri, kemampuan konseptualisasi juga bisa dilatih dan dikembangkan.
Lantas apakah semua proses ini akan
mengantarkan pada pengetahuan yang benar?
Jawabnya belum tentu. Sangat mungkin
manusia mengalami kesalahan. Seorang astronom bisa saja salah mengartikan
gelombang radio yang terdeteksi dari luar angkasa sebagai sinyal dari makhluk
asing, padahal itu hanya pulsar yang dipancarkan oleh kumpulan bintang.
Agar kesalahan bisa diminimalkan
diperlukan verifikasi. Verifikasi mesti menunjukkan hasil yang konsisten dari
waktu ke waktu. Jika hari ini hasilnya merah dan sebulan kemudian tetap merah,
tingkat kepercayaan atas pengetahuan ini akan semakin tinggi.
Begitulah siklus utama manusia dalam
memperoleh pengetahuan, konseptualisasi yang mesti diiringi dengan verifikasi.
Namun ada satu faktor lagi yang juga berpengaruh, meski ini tidak terkait
langsung dengan proses mental, yaitu metode dalam meraih pengetahuan itu
sendiri.
Mengambil contoh di dunia sains,
saat ini dikenal apa yang disebut sebagai metode ilmiah. Metode ini baru
diterapkan luas pada abad ke-17. Sebelum itu, mengikuti Aristoteles, masalah
sains cukup dipecahkan melalui proses berpikir tanpa disertai pembuktian
langsung atas hasil proses berpikir itu.
Dalam metode ilmiah, semuanya hanya
sebatas dugaan sebelum dapat dibuktikan lebih jauh. Hasil berpikir saja tidak
akan mencukupi.
Melalaui metode ini, pengetahuan
akan memiliki validitas lebih baik dan memperkecil peluang kesalahan. Ini
menjelaskan, metode memperoleh pengetahuan juga akan menentukan derajat
kesahihan atas pengetahuan itu.
Pengetahuan dapat diperoleh kebenarannya dari dua
pendekatan, yaitu pendekatan non-ilmiah dan ilmiah.
Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni
akal sehat, intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
1.
Akal sehat
Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973, h. 3) akal
sehat adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang memuaskan untuk
penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep merupakan kata yang dinyatakan
abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada hal-hal yang khusus. Akal sehat ini
dapat menunjukan hal yang benar, walaupun disisi lainnya dapat pula
menyesatkan.
2.
Intuisi
Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang
cukup cepat dan berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa
melalui proses yang panjang tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat
hal yang sistemik.
3.
Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti
dengan kepentingan orang yang melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan
hal yang khusus menjadi terlalu luas. Dan menyebabkan akal sehat ini berubah
menjadi sebuah prasangka.
4.
Penemuan coba-coba
Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak
terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat
dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang
menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya tidak
selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding
kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak
tersebut terperangah akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun
mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan jawaban yang pasti
akan hal tersebut.
5.
Pikiran Kritis
Pikiran kritis ini biasa didapat dari orang yang sudah
mengenyam pendidikan formal yang tinggi sehingga banyak dipercaya benar oleh
orang lain, walaupun tidak semuanya benar karena pendapat tersebut tidak
semuanya melalui percobaan yang pasti, terkadang pendapatnya hanya didapatkan
melalui pikiran yang logis.
Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah pengetahuan
yang didapatkan melalui percobaan yang terstruktur dan dikontrol oleh data-data
empiris. Percobaan ini dibangun diatas teori-teori terdahulu sehingga ditemukan
pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan atas teori sebelumnya. Dan dapat
diuji kembali oleh siapa saja yang ingin memastikan kebenarannya.
5.
Alasan Manusia Sangat Mudah
Mempercayai Mitos
Beberapa faktor yang
menyebabkan mitos dan beberapa hal berikutnya dapat timbul ialah :
1. Keterbatasan pengetahuan manusia, pada umunya manusia memperoleh informasi dari cerita orang yang mengetahui akan suatu hal. Kemudian hal ini bepindah telinga kepada manusia yang lain. yang menjadi masalah adalah kebenaran tentang informasi atau pengetahuan yang muncul dan telah menyebar tersebut.
2. Keterbatasan manusia dalam
menalarkan sesuatu, ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia pada saat itu
masih latih. Sehingga pemikiran yan dihasilkan dapat benar dan dapat pula
salah.
3. Keingintahuan manusia yang
telah terpenuhi untuk sementara, mengadung pengertian bahwa ketika manusia tlah
mampu menalarkan sedikit hal yang ada dalam pikirannya maka disitulah letak
kepuasan manusia yang diterimanya secara intuisi.
4. Keterbatasan alat indera
manusia, selain beberapa hal diatas keterbatasan manusia terhadap bagaimana Ia
menggunakan alat inderanay masih terbatas sehingga jangkauan yang sangat detail
dalam suatu penciptaan hal yang baru masih bisa diragukan.
Sumber
:
- http://ifsindra.wordpress.com/2011/01/09/mitos-legenda-dan-cerita-rakyat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar