Rabu, 23 Maret 2016

ILMU ALAMIAH DASAR - MINGGU 1




1.     Pengertian IAD (Ilmu Alamiah Dasar)


Ilmu Alamiah atau sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam dan akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu Kealaman, yang dalam Bahasa Inggris disebut Natural Science atau disingkat Science dan dalam bahasa Indonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
Ilmu Pengetahuan Alam Dasar adalah Ilmu Pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam Alam semesta, termasuk dimuka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.

1.1  Tujuan IAD (Ilmu Alamiah Dasar)


a.       Tujuan Instruksional Umum

Dengan mempelajari tentang pengetahuan ini, maka diharapkan akan dapat memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala Alam sampai terwujudnya metode ilmiah yang merupakan ciri khusus dari ilmu pengetahuan Alam.

b.      Tujuan Instruksional Khusus

1.Dapat menjelaskan perkembangan naluri kehidupan manusia.
2.Dapat menjelaskan perkembangan alam piker manusia dalam 
3.Memenuhi kebutuhan terhadap “Rahasia ingin tahu”nya.
4.Dapat memberi alasan yang diterima mitos dalam kehidupan masyarakat.


1.2  Ruanglingkup Materi IAD (Ilmu Alamiah Dasar)


a.       Kelahiran alam semesta

1.      Mengenal alam semesta
2.      Teori terbentuknya alam semesta

b.      Teori ledakan 

Teori ledakan ini bertolak dan adanya suatu massa dan berat jenis yang sangat besar, meledak dengan hebat karena adanya reaksi ini. Massa itu kemudian berserakan mengembang dengan sangat cepatnya menjauhi pusat ledakan.

c.       Teori ekspansi dan kontraksi teori

Teori ini berlandaskan pikiran bahwa ada suatu siklus dan alam semesta, yaitu “masa ekspansi” dan “masa kontraksi” diduga bahwa siklus ini berlangsung dalam waktu 30.000 juta tahun.

d.      Tata surya

Surya adalah kata lain dari matahari. Tata surya berarti adanya suatu organisasi yang teratur pada matahari.
Terbentuknya tata surya:
1.Hipotesis Nebular
2.Hipotersis Planettesimal
3.Teori Tidal

e.       Bumi

Teori tentang kejadian bumi:

1.      Teori Kant Laplace

Dialam raya sudah ada alam yang telah berputar makin lama makin mendingin. Perputaran ini mengakibatkan pendataran dibagian kutub-kutubnya dan menimbun materi dibagian khatulistiwanya yang merupakan daerah paling tidak stabil sewaktu perputaran semakin cepat, bagian tersebut akan terlepas materi dan massa asal. Kemudian mengambil kondensasi akhirnya, menjadi padat berputar mengelilingi massa asal. Maka asal tersebut menjadi matahari dan bagian terlepas setelah padat manjadi planet. 

2.      Teori Chamberlain dan Maulton

Mereka mengemukakan suatu teori tentang matahari dan bumi, teorinya terkenal dengan teori plenetesimal.

3.      Teori Jean dan Jefreys

Bintang besar yang jauh lebih besar dari matahari memiliki gaya tarik yang sangat kuat terhadap matahari, akibatnya akan terjadi gelombang pasang pada permukaan matahari yang menyerupai gunung yang sanat tinggi dan menyerupai lidah raksasa yang berupa gas sangat panas selanjutnya mengalami pemadatan kemudian pecah menjadi benda-benda tersendiri yang disebut planet.

f.       Asal mula kehidupan dibumi

1.      Generation Spontaniea
2.      Cozmozoa
3.      Omne Vivum ex Vivo
4.      Omne Ovo ex Vivo 

2.        Perkembangan Alam Pikiran Manusia

Manusia dengan kemampuan berpikir dan bernalar, dengan akal serta nuraninya memungkinkan untuk selalu berbuat yang lebih baik dan bijaksana untuk dirinya maupun lingkungannya.

2.1 Kelebihan Manusia dari Penghuni Bumi Lainnya

Manusia sebagai makhlukyang memiliki kelebihan dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya. Beberapa kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya antara lain :

1.      Manusia sebagai makhluk berpikir dan bijaksana (Homo sapiens) yang dicerminkan dalam tindakan dan perilakunya terhadap lingkungannya.
2.      Manusia sebagai pembuat alat karena sadar akan keterbatasan inderanya.
3.      Manusia dapat berbicara (Homo Langues) baik secara lisan maupun tulisan.
4.      Manusia dapat hidup bermasyarakat (Homo sosius) dan berbudaya (Homo Humanis).
5.      Manusia dapat mengadakan usaha (Homo Economicus).
6.      Manusia mempunyai kepercayaan dan beragama (Homo religious).

2.2  Rasa Ingin Tahu dan Terbentuknya Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan suatu ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekelilingnya, alam sekitarnya, angkasa luar, bahkan tentang dirinya sendiri.
Rasa ingin tahu seperti itu tidak dimiliki oleh makhluk lain. Jelas kiranya bahwa rasa ingin tahu itu tidak dimiliki oleh benda-benda tak hidup seperti batu, tanah, api, angin, dan sebagainya. Air dan udara memang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, namun gerakannya itu bukan atas kehendaknya tetapi sekedar akibat dari pengaruh alamiah yang bersifat kekal.
Bagaimana dengan makhluk-makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang? Sebatang pohon misalnya, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu terbatas pada mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya, daun-daun yang selalu cenderung untuk mencari sinar matahari atau akar-akar yang selalu cenderung untuk mencari air yang kaya mineral untuk kebutuhan hidupnya. Kecenderungan semacam ini nampak berlangsung sepanjang zaman.
Bagaimana dengan binatang yang menunjukkan adanya kehendak berpindah (eksplorasi) dari satu tempat ke tempat yang lain? Misalnya ikan, burung, harimau atau binatang yang sangat dekat dengan manusia yaitu monyet? Tentunya burung-burung bergerak dari satu tempat didorong oleh suatu keinginan, antara lain rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah di sana ada cukup makanan untuk disantap sendiri atau bersama yang lain. Ingin tahu apakah disuatu tempat cukup aman untuk membuat sarang. Setelah mengadakan eksplorasi tentu mereka menjadi tahu. Itulah “pengetahuan” dari burung tadi. Burung juga memiliki “pengetahuan” bagaimana caranya membuat sarang di atas pohon. Burung manyar atau burung tempua begitu pandai menganyam sarangnya yang begitu indah bergelantungan pada daun kelapa, namun pengetahuannya itu ternyata tidak berubah-ubah dari zaman ke zaman.

Bagaimana dengan monyet yang begitu pandai? Bila kita perhatikan baik-baik kehidupan monyet-monyet tersebut, ternyata kehendak mereka ingin mengeksplorasi alam sekitar itu didorong oleh rasa ingin tahu yang tetap sepanjang zaman atau yang oleh Isaac Asimov (1972) disebut sebagai “Idle Curiousity” atau “Instinct” Instink itu berpusat pada satu hal saja yaitu untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu mereka perlu makan, melindungi diri dan berkembang biak.
Bagaimana dengan manusia? Manusia juga memiliki instink seperti yang dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Namun, manusia memiliki kelebihan, yaitu “kemampuan berpikir” dengan kata lain “curiousity-nya” tidak “idle” tidak tetap seperti itu sepanjang zaman. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang atau dengan kata lain, manusia mempunyai kemampuan berpikir. Ia bertanya terus setelah tahu tentang “apa”-nya, mereka juga ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu. Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru, menjadi pengetahuannya yang lebih baru. Hal demikian itu berlangsung berabad-abad lamanya, sehingga terjadi suatu akumulasi pengetahuan. Sebagai ilustrasi, kita bayangkan saja manusia purba zaman dulu yang hidup di gua-gua atau di atas pohon. Namun karena kemampuannya berpikir tidak semata-mata didorong oleh sekedar kelestarian hidupnya tetapi juga untuk membuat hidupnya lebih menyenangkan, maka mereka mampu membuat rumah di atas tiang-tiang kayu yang kokoh dan bahkan sekarang manusia mampu membuat istana atau gedung-gedung pencakar langit. Bandingkan dengan burung tempua dengan sarangnya yang indah yang nampak tak mengalami perubahan sepanjang masa. Demikianlah juga dengan harimau yang hidup dalam gua-gua atau monyet yang membuat sarang di atas pohon tidak mengalami perubahan sepanjang zaman.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
Dengan selalu berlangsungnya perkembangan pengetahuan itu, tampak lebih nyata bahwa manusia berbeda dengan hewan. Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal serta mempunyai derajat yang tinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya. Manusia mempunyai rasa ingin tahu ( curiousty ) yang tinggi dan selalu berkembang. Meskipun makhluk lainnya juga memiliki rasa ingin tahu tetapi itu hanya sebatas digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Perkembangan rasa ingin tahu pada manusia dimulai dengan timbulnnya pertanyaan dari sesuatu yang dilihat dan diamatinya. Adanya kemampuan berpikir pada manusia menyebabkan terus berkembangnya rasa ingin tahu manusia terhadap alam semesta ini . jawaban tehadap berbagai banya pertanyaan manusia terhadap peristiwa dan gejala yang terjadi di alam semesta ini akhirnya menjadi ilmu pengetahuan.

2.3 Sifat Keingintahuan Manusia

Manusia dengan rasa ingin tahunya yang besar ,selalu berusaha mencari keterangan tentang fenomena alam yang teramati. Untuk menjawab semua rasa ingin tahu manusia sering mereka – reka jawaban mereka sendiri . Pengetahuan seperti inilah yang disebut pseudo science. Ilmu pengetahuan juga berkembang sesuai dengan zamannya dan sejalan dengan cara berpikir dan alat bantu yang ada pada saat itu .

Cara memperoleh sains semu ( pseudo sains ), antara lain :

1. Motos
2. Wahyu
3. Otoritas dan tradisi
4. Prasangka
5. Intuisi
6. Penemuan kebetulan
7. Cara – coba – ralat

Pada zaman Yunani ( 600 – 200 SM ) terjadi pola piker yang lebih maju dari pola pikir motos, dimana terjadi penggabungan antara pengamatan, pengalaman dan akal sehat, logika atau rasional. Aliran ini disebut rasionalisme. Lebih lanjut lagi dikenal dengan metode deduksi yaitu penarikan suatu kesimpulan didasarkan pada suatu yang bersifat umum (Premis mayor) menuju ke yang khusus (Premis minor). Dasar metode ilmiah sekarang adalah metode induksi, yang intinya adalah bahwa pengambilan keputusan dan kesimpulan dilakukan berdasarkan data pengaamatan atau eksperimen.

3.     Mitos, Penalaran, dan Cara Memproleh Pengetahuan

3.1  Mitos

Mitos adalah tradisi lisan yang terbentuk di suatu masyarakat. Mitos memiliki asal kata dari bahasa Yunani yang artinya sesuatu yang diungkapkan. Secara pengertian mitos adalah cerita yang bersifat simbolik yang mengisahkan serangkaian cerita nyata atau imajiner. Di dalam mitos bisa berisi asal usul alam semesta, dewa-dewa, supranatural, pahlawan manusia atau masyarakat tertentu yang mana memiliki tujuan untuk meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, memberikan petunjuk hidup, melegalisir aktivitas kebudayaan, pemberian makna hidup dan pemberian model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang sulit dijelaskan dengan akal pikiran.
a.       Contoh-Contoh Mitos
Begitu banyak contoh-contoh mitos yang ada di dindonesia. karena kita tahu sendiri bahwa memang Mitos sangat berhubungan dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongen suci. ini adalah beberapa contoh Mitos yang ada di Indonesia.
1. Cerita terjadinya mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara)
2. Cerita barong di Bali.
3. Cerita pemindahan Gunung Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung Semeru yang dianggap suci oleh orang Jawa dan Bali.
4. Cerita Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan)
5. Cerita Joko Tarub
6. Cerita Dewi Nawangwulan
7. Dan lain sebagainya

3.2  Legenda

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yag empunya cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, Legenda seringkali dipandang sebagai sejarah kolektif (folkstory).
Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah maka legenda harus bersih dari unsur-unsur yang mengandung sifat-sifat folklor.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu legenda keagamaan (religious legends) legenda alam gaib (supernatural legends), legenda perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends).

a. Legenda Keagamaan
Legenda keagamaan adalah legenda orang-orang yang dianggap suci atau saleh. Karya semacam itu termasuk folklor karena versi asalnya masih tetap hidup di kalangan masyarakat sebagai tradisi lisan. Di Jawa hagiografi menceritakan riwayat hidup para wali penyebar Islam pada masa yang paling awal. Salah satu contohnya adalah legenda Wali Sembilan (Wali Songo) mereka adalah Mau- lana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
Selain sembilan wali tersebut, di Jawa masih banyak wali-wali lain. Legenda tentang mereka mudah dikenali sebab makam- makamnya diziarahi pada peringatan kematiannya (haul) yang disebut keramat atau punden. Para juru kunci itu pada umumnya, dapat menceritakan legenda orang sucinya. D.A. Rinkes dalam bukunya berjudul De Heiligen van Java (Orang-orang Saleh dari Jawa) menyebutkan beberapa wali lain di antaranya: Syeh Abdul Muhyi, Syeh Siti Jenar, Sunan Geseng, Ki Pandan Arang, dan Pangeran Panggung, Syeck Abdul Qodir Jaelani, dan lain- lain.

b. Legenda Alam Gaib
Legenda semacam ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran ”takhayul” atau kepercayaan rakyat. Contoh legenda ini yaitu kepercayan terhadap adanya hantu, gendruwo, sundel bolong serta nyi blorong.

c. Legenda Perseorangan
Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang paling terkenal prosa rakyat itu sudah diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan rumus cerita tokoh-tokoh rakyat tradisional adalah legenda tokoh Panji.
Panji adalah seorang putra raja Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur yang senantiasa kehilangan istrinya. Akibatnya, banyak muncul cerita Panji yang temanya selalu perihal istrinya yang menjelma menjadi wanita lain. Cerita Panji yang semula merupakan kesusasteraan lisan (legenda), namun telah banyak dicatat orang sehingga mempunyai beberapa versi dalam bentuk tulisan. Beberapa cerita yang tergolong ke dalam cerita panji misalnya “Ande-Ande Lumut” (dongeng Cinderella ala Jawa), Kethek Ogleng (seorang pangeran disihir menjadi seekor kera), ”Cerita Sri Tanjung”, ”Jayaprana dan Layongsari”. Suatu jenis legenda perseorangan mengenai perampok seperti
Robin Hood, yang merampok penguasa korup atau orang kaya untuk didermakan kepada rakyat miskin. Legenda semacam ini di Jakarta pada ”tempo doeloe” adalah kisah petualangan ”Si Pitung”.

d. Legenda Setempat
Legenda setempat adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk topografi, yaitu bentuk permukaan suatu tempat, berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya. Legenda setempat yang berhubungan dengan nama suatu tempat misalnya, legenda Kuningan. Kuningan adalah nama suatu kota kecil yang terletak di lereng Gunung Ceremai, di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat. Contoh lain mengenai legenda setempat yang berhubungan erat dengan nama tempat adalah legenda “Anak-anak Dalem Solo yang Mengembara Mencari Sumber Bau Harum”. Legenda ini berasal dari Trunyan, Bali. Legenda ini dapat dimasukkan ke dalam golongan legenda setempat karena menceritakan asal mula nama beberapa desa di sekitar Danau Batur, seperti Kedisan, Abang Dukuh, dan Trunyan. Selain itu contoh-contoh lain legenda setempat ini misalnya ”Asal Mula Nama Banyuwangi”, serta legenda ”Roro Jongrang”, ”Tangkuban Perahu”, ”Asal Mula nama Tengger dan Terjadinya Gunung Batok” serta “asal mula nama kota Bogor”.

3.3  Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa Indonesia. Pada umumnya,cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa. Fungsi Cerita rakyat selain sebagai hiburan juga bisa dijadikan suri tauladan terutama yang mengandung pesan-pesan pendidikan moral. Banyak yang tidak menyadari kalo negeri kita tercinta ini mempunyai banyak Cerita Rakyat Indonesia yang belum kita dengar, bisa dimaklumi karena cerita rakyat menyebar dari mulut – ke mulut yang diwariskan secara turun – temurun. Namun sekarang banyak cerita rakyat yang ditulis dan dipublikasikan sehingga cerita rakyat indonesia bisa dijaga dan tidak sampai hilang dan punah.
Contoh :
Lutung Kasarung

4. Cara Manusia Memproleh Pengetahuan

Dari lahir hingga matinya, manusia tak akan lepas dari proses mengumpulkan pengetahuan. Contoh paling mudah adalah pengetahuan yang didapat melalui proses sensori indera.
Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang perbedaan panas dingin semuanya didapat melalui pengalaman langsung inderawi.
Pengalaman inderawi hanya menjadi bagian kecil bagaimana manusia memperoleh pengetahuan. Dalam perkembangannya, cara memperoleh pengetahuan telah merentang sedemikian jauh diiringi dengan ragam pengetahuan itu sendiri.
Lantas bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuan?
Tahap pertama dicapai melalui konseptualisasi. Benda nyata seperti piring atau sendok perlu dikonseptualisasi melalui proses mental. Pengalaman atas piring dan sendok diabstraksi dan kemudian disatukan menjadi pengalaman mental yang tersimpan dalam otak.
Proses ini terjadi berulang tiap manusia mendapatkan pengetahuan baru. Kemampuan konseptualisasi tidak akan sama antara satu orang dengan yang lain. Pengetahuan akan piring dan sendok relatif mudah dipahami karena keduanya merupakan perkakas sederhana, nyata, bisa dilihat maupun diraba.

Namun jenis pengetahuan yang melibatkan struktur yang rumit serta abstak akan membutuhkan usaha dan mungkin juga kemampuan lebih untuk memahaminya. Kabar baiknya, layaknya pengetahuan itu sendiri, kemampuan konseptualisasi juga bisa dilatih dan dikembangkan.
Lantas apakah semua proses ini akan mengantarkan pada pengetahuan yang benar?
Jawabnya belum tentu. Sangat mungkin manusia mengalami kesalahan. Seorang astronom bisa saja salah mengartikan gelombang radio yang terdeteksi dari luar angkasa sebagai sinyal dari makhluk asing, padahal itu hanya pulsar yang dipancarkan oleh kumpulan bintang.
Agar kesalahan bisa diminimalkan diperlukan verifikasi. Verifikasi mesti menunjukkan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu. Jika hari ini hasilnya merah dan sebulan kemudian tetap merah, tingkat kepercayaan atas pengetahuan ini akan semakin tinggi.
Begitulah siklus utama manusia dalam memperoleh pengetahuan, konseptualisasi yang mesti diiringi dengan verifikasi. Namun ada satu faktor lagi yang juga berpengaruh, meski ini tidak terkait langsung dengan proses mental, yaitu metode dalam meraih pengetahuan itu sendiri.
Mengambil contoh di dunia sains, saat ini dikenal apa yang disebut sebagai metode ilmiah. Metode ini baru diterapkan luas pada abad ke-17. Sebelum itu, mengikuti Aristoteles, masalah sains cukup dipecahkan melalui proses berpikir tanpa disertai pembuktian langsung atas hasil proses berpikir itu.
Dalam metode ilmiah, semuanya hanya sebatas dugaan sebelum dapat dibuktikan lebih jauh. Hasil berpikir saja tidak akan mencukupi.
Melalaui metode ini, pengetahuan akan memiliki validitas lebih baik dan memperkecil peluang kesalahan. Ini menjelaskan, metode memperoleh pengetahuan juga akan menentukan derajat kesahihan atas pengetahuan itu.
Pengetahuan dapat diperoleh kebenarannya dari dua pendekatan, yaitu pendekatan non-ilmiah dan ilmiah.
Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal sehat, intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
1.      Akal sehat
Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973, h. 3) akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada hal-hal yang khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar, walaupun disisi lainnya dapat pula menyesatkan.
2.      Intuisi
Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses yang panjang tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang sistemik.
3.      Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang yang melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi terlalu luas. Dan menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka.
4.      Penemuan coba-coba
Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya tidak selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak tersebut terperangah akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan jawaban yang pasti akan hal tersebut.
5.      Pikiran Kritis
Pikiran kritis ini biasa didapat dari orang yang sudah mengenyam pendidikan formal yang tinggi sehingga banyak dipercaya benar oleh orang lain, walaupun tidak semuanya benar karena pendapat tersebut tidak semuanya melalui percobaan yang pasti, terkadang pendapatnya hanya didapatkan melalui pikiran yang logis.
Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah pengetahuan yang didapatkan melalui percobaan yang terstruktur dan dikontrol oleh data-data empiris. Percobaan ini dibangun diatas teori-teori terdahulu sehingga ditemukan pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan atas teori sebelumnya. Dan dapat diuji kembali oleh siapa saja yang ingin memastikan kebenarannya.

5.      Alasan Manusia Sangat Mudah Mempercayai Mitos

Beberapa faktor yang menyebabkan mitos dan beberapa hal berikutnya dapat timbul ialah :

1. Keterbatasan pengetahuan manusia, pada umunya manusia memperoleh informasi dari cerita orang yang mengetahui akan suatu hal. Kemudian hal ini bepindah telinga kepada manusia yang lain. yang menjadi masalah adalah kebenaran tentang informasi atau pengetahuan yang muncul dan telah menyebar tersebut.
2. Keterbatasan manusia dalam menalarkan sesuatu, ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia pada saat itu masih latih. Sehingga pemikiran yan dihasilkan dapat benar dan dapat pula salah.
3. Keingintahuan manusia yang telah terpenuhi untuk sementara, mengadung pengertian bahwa ketika manusia tlah mampu menalarkan sedikit hal yang ada dalam pikirannya maka disitulah letak kepuasan manusia yang diterimanya secara intuisi.
4. Keterbatasan alat indera manusia, selain beberapa hal diatas keterbatasan manusia terhadap bagaimana Ia menggunakan alat inderanay masih terbatas sehingga jangkauan yang sangat detail dalam suatu penciptaan hal yang baru masih bisa diragukan.

Sumber : 



  • http://ifsindra.wordpress.com/2011/01/09/mitos-legenda-dan-cerita-rakyat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar